Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!

Masukan email anda:

Selasa, 12 April 2011

KPK MINTA AGAR KEWENANGAN JANGAN DI KURANGI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kewenangannya melakukan penuntutan tidak dihilangkan dalam draf Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor). Jika salah satu kewenangannya dihilangkan,upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK menjadi tidak efektif.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan M Jasin ketika menanggapi rencana pemerintah yang akan menghilangkan salah satu kewenangannya, yakni pasal penuntutan dalam draf RUU Tipikor. Menurut Jasin,kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus lengkap.“Kami hanya meminta perhatian pemerintah terhadap hal itu.


Jika salah satunya dikurangi,upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK menjadi tidak efektif,”ungkapnya. Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sedang menyusun draf RUU Tipikor dan sudah diserahkan ke Setneg. Namun, belakangan Kemenkumham kembali meminta draf tersebut untuk disempurnakan.
Hal ini dilakukan berkat desakan berbagai elemen yang melihat ada penghilangan poin-poin penting dalam pemberantasan korupsi. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebutkan, setidaknya ada sembilan kelemahan dalam revisi UU Tipikor. Ada sejumlah pasal yang direvisi justru membuat UU Tipikor menjadi lemah dan kompromis dibanding UU No 31/ 1999 dan UU No 20/2001. Di antaranya penghapusan hukuman mati dan potensi kriminalisasi bagi pelapor kasus korupsi, termasuk soal kewenangan penuntutan KPK yang terancam dihilangkan. Jasin menambahkan,selain mempersoalkan kewenangan penuntutan yang terancam dihilangkan, pihaknya juga meminta pemerintah yang tengah mengkaji kembali draf RUU tersebut mengadopsi pasal-pasal yang sesuai konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi, United Nations Convention against Corruption(UNCAC).
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan lain, Haryono Umar menegaskan, selain menyinggung soal kewenangan penuntutan KPK, dia juga menyarankan agar ada perbaikan mengenai pasal gratifikasi dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dalam draf RUU versi pemerintah.“ Para penyelenggara negara yang tidak melaporkan harta kekayaannya harus dikenakan hukuman pidana. Juga kalau mereka tidak melaporkan gratifikasinya, barang yang mereka terima harus disita,” ujar Haryono. Sementara itu, Ketua Tim Perumus Rancangan Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) Andi Hamzah menegaskan, draf revisi UU Tipikor yang disusunnya sama sekali tidak bermaksud untuk memperlemah upaya pemberantasan korupsi.
Menurut dia,perubahan sejumlah pasal yang dilakukan justru untuk mengarahkan agar penegak hukum lebih berkonsentrasi pada kasus besar dan pengembalian uang negara yang dikorupsi.Pembatasan nilai minimal korupsi yang bisa ditangani merupakan upaya agar penegak hukum fokus ke kasus besar. ”KPK selama ini dianggap hanya mengejar kasus-kasus kecil.Justru revisi melalui pembatasan nilai korupsi agar nanti KPK tidak hanya mengusut kasus kecil.Kita ingin kasus besar yang dikejar,” kata Andi.
Diberitakan sebelumnya, perubahan draf RUU Tipikor salah satunya memuat tidak diusutnya korupsi dengan total kerugian negara kurang dari Rp25 juta, pelakunya bisa melenggang bebas alias tidak tersentuh jerat hukum. Ini dilakukan karena biaya penaznganan kasus korupsi bisa menghabiskan dana lebih dari Rp25 juta. Sumber: Seputar Indonesia, 4 April 2011

0 komentar:

Posting Komentar